Jaksa Sebut Tom Lembong Melawan Hukum, Terbitkan Persetujuan Impor Tanpa Rapat Koordinasi

JAKARTA,iDoPress - Jaksa penuntut umum menyebut,Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016,Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong,menerbitkan persetujuan impor (PI) gula kristal mentah (GKM) terhadap 10 pihak swasta tanpa melalui rapat koordinasi antar kementerian.

Menurut jaksa,kebijakan Tom pada 2015-2016 ini masuk kategori perbuatan melawan hukum (PMH) yang berakibat pada timbulnya kerugian keuangan negara.

”Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa didasarkan Rapat Koordinasi antar Kementerian menerbitkan surat pengakuan impor/persetujuan impor,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat,Kamis (6/3/2025).

Baca juga: Tom Lembong Langsung Eksepsi Hari Ini Juga,Pengunjung Sidang Tepuk Tangan

Adapun 10 pihak swasta itu adalah Tony Wijaya NG melalui PT Angles Products,Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene,dan Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya.

Kemudian,Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry,Hendrogiarto A.

Tiwow melalui PT Duta Sugar International,Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur,Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas,dan Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses.

Selain itu,jaksa juga menyebut menerbitkan rekomendasi PI itu tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Penuntut umum juga mempersoalkan kebijakan Tom Lembong menerbitkan surat Pengakuan Sebagai Importir Produsen Gula Kristal Mentah (GKM) periode 2015-2016 terhadap 7 dari 10 perusahaan swasta tersebut.

Baca juga: Dakwaan Tom Lembong,10 Orang Diperkaya Rp 515 Miliar dari Kasus Impor Gula

“Padahal (Tom) mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP) karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi,” ujar jaksa.

Dalam perkara ini,Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Perbuatannya dinilai melanggar hukum,memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.